Putusan MKD DPR RI: Tiga Anggota Dinonaktifkan, Dua Dinyatakan Bersih
Liputankilat.com — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI resmi menjatuhkan sanksi kepada lima anggota DPR setelah melalui sidang etik yang digelar pada awal November 2025. Dalam putusannya, MKD menyatakan tiga anggota terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi nonaktif, sementara dua lainnya dipulihkan statusnya sebagai anggota aktif.
Ketua MKD DPR RI, Adang Daradjatun, dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025), menegaskan bahwa keputusan diambil berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam, saksi, serta bukti-bukti yang telah dikaji secara objektif.
“Kami memastikan bahwa setiap proses berjalan transparan dan sesuai ketentuan. MKD tidak dalam posisi menghukum secara politis, tetapi menjaga marwah dan kehormatan lembaga DPR,” ujar Adang.
Tiga Anggota Dinonaktifkan
Berdasarkan keputusan MKD, tiga anggota DPR yang terbukti melakukan pelanggaran etik adalah:
- Ahmad Sahroni – dinyatakan melanggar etik dan dijatuhi sanksi nonaktif selama 6 bulan.
- Eko Patrio (Eko Hendro Purnomo) – dijatuhi sanksi nonaktif selama 4 bulan.
- Nafa Urbach – dijatuhi sanksi nonaktif selama 3 bulan.
Ketiganya dinilai melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan etika dan perilaku sebagai wakil rakyat dalam beberapa kegiatan publik yang menimbulkan polemik nasional pada periode Agustus–September 2025.
Dua Anggota Lolos dari Pelanggaran Etik
Sementara itu, Adies Kadir dan Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar etik. Keduanya akan segera dikembalikan ke posisi semula sebagai anggota aktif DPR RI. MKD menilai tidak terdapat unsur pelanggaran atau tindakan yang merusak citra lembaga dalam kegiatan keduanya.
“MKD tidak menemukan pelanggaran etik terhadap saudara Adies Kadir dan Uya Kuya. Mereka akan kembali menjalankan tugas konstitusional sebagaimana mestinya,” jelas Adang.
Kronologi Singkat Pemeriksaan
Proses pemeriksaan terhadap kelima anggota DPR ini dimulai sejak September 2025, menyusul laporan publik terkait aktivitas sejumlah wakil rakyat yang dinilai menyalahi norma etik. MKD kemudian memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan klarifikasi, termasuk saksi dan ahli etik.
Sidang etik dilakukan secara terbuka untuk menjamin transparansi. Setelah serangkaian pemeriksaan dan rapat permusyawaratan, MKD akhirnya membacakan putusan resmi pada 5 November 2025.
Dampak dan Implikasi Politik
Keputusan ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah figur populer di DPR. Sanksi nonaktif dinilai sebagai langkah tegas DPR dalam memperkuat akuntabilitas lembaga dan menjaga kepercayaan masyarakat.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Hikmah Triyono, menilai langkah MKD ini merupakan sinyal positif.
“Putusan ini menunjukkan DPR mulai menegakkan standar etik secara konsisten. Namun publik tetap perlu mengawal implementasinya agar tidak berhenti pada simbolik saja,” ujarnya.
Selain itu, DPR juga akan menindaklanjuti secara administratif pengaturan tugas-tugas yang ditinggalkan oleh anggota yang dinonaktifkan selama masa sanksi berlangsung.
Transparansi dan Reformasi Etika Parlemen
Putusan MKD kali ini dianggap sebagai ujian integritas parlemen di tengah rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi legislatif. MKD berjanji akan terus memperkuat mekanisme pengawasan internal, termasuk mendorong digitalisasi sistem laporan etik agar masyarakat dapat memantau kinerja anggota DPR secara langsung.
“Ini bukan akhir, melainkan awal dari reformasi etika parlemen yang lebih transparan,” tutur Adang Daradjatun menutup sidang.
Fakta Singkat Putusan MKD DPR RI
- Tanggal putusan: 5 November 2025
- Jumlah anggota diperiksa: 5 orang
- Dikenai sanksi: 3 anggota (nonaktif 3–6 bulan)
- Dipulihkan statusnya: 2 anggota
- Jenis pelanggaran: Etika publik dan perilaku tidak sesuai norma anggota DPR
- Tujuan utama MKD: Menjaga kehormatan dan martabat lembaga legislatif
